Warisan Budaya Gorontalo: Lima Tradisi Takbenda yang Baru Diakui
Lima budaya dari Gorontalo telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda dalam sidang di Direktorat Internalisasi Nilai Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Budaya-budaya tersebut meliputi paiya lo hungo lo poli, tujai, wunungo, tidi lo polopalo, dan palebohu. Selain itu, Provinsi Gorontalo juga mengajukan beberapa budaya lainnya untuk diakui.
Berikut penjelasannya:
1. Paiya Lo Hungo Lo Poli
Pa'iya lo hungo lo poli merupakan salah satu bentuk sastra lisan dari Gorontalo yang terkait dengan pergaulan antara pemuda dan pemudi. Istilah ini terdiri dari kata "paiya" yang berarti melempar, "lo" sebagai kata penghubung, dan "poli," sejenis pohon yang buahnya ringan. Buah poli ini melambangkan dialog yang ringan, di mana kata-kata dilempar tanpa menyakiti perasaan.
Dalam pertunjukan Pa'iya lo hungo lo poli, laki-laki dan perempuan saling melempar rayuan dalam bahasa Gorontalo, sesuai dengan filosofi masyarakat yang menjunjung tinggi sopan santun dalam menyampaikan pendapat, nasihat, atau kritik. Rayuan ini tidak hanya berisi pantun cinta, tetapi juga pesan luhur seperti kasih sayang, kebahagiaan, keindahan, kegagalan, dan nasihat-nasihat penting.
Pertunjukan ini diiringi oleh alat musik tradisional, seperti petikan gambus dan tepukan marwas, dengan para pelaku mengenakan pakaian sopan. Biasanya dipentaskan di acara keramaian, seperti sosialisasi keluarga berencana, perayaan musim panen, syukuran, lomba permainan tradisional, dan festival lainnya. Teks Pa'iya lo hungo lo poli disusun dalam tiga bagian: pembukaan, isi, dan penutup.
2. Tuja'i
Tuja'i adalah puisi bersajak dalam bahasa Gorontalo yang tidak terikat oleh jumlah baris. Isinya meliputi pujian, nasihat, dan petuah yang biasanya disampaikan dalam prosesi adat, seperti lamaran, perkawinan, pemberian gelar adat, penobatan raja, dan acara penting lainnya. Sebagai bentuk sastra lisan, Tuja'i mengandung ajaran-ajaran Islam dan petuah hidup yang dijunjung tinggi untuk menjaga keberlangsungan adat istiadat Gorontalo.
3. Wunungo
Wunungo, yang berarti selingan, adalah nyanyian berisi syair tentang penghormatan, anjuran, dan ucapan terima kasih yang biasanya dilantunkan selama tadarusan Alqur'an. Dalam bahasa Gorontalo, wunungo merujuk pada syair yang mengandung nasihat keagamaan, khususnya ajaran Islam, yang dinyanyikan secara berkelompok. Asal mula dan pencipta wunungo sulit dilacak, karena banyak seniman religius masa lalu di Gorontalo tidak mencantumkan nama mereka pada karya-karyanya. Wunungo diperkirakan muncul pada abad ke-18, saat masyarakat mulai mengenal dan membaca Alqur'an.
4. Tidi Lo Polopalo
Tari Tidi Lo Polopalo merupakan salah satu tarian klasik Gorontalo, Sulawesi Utara, yang biasanya dipentaskan dalam upacara pernikahan adat. Menurut buku Tata Cara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Adat Suku Gorontalo (2006) karya Farha Daulima, tarian ini dibawakan oleh pengantin perempuan yang disimbolkan sebagai puteri. "Tidi" berarti tarian khusus keluarga istana, karena tarian ini awalnya diciptakan dan hanya dipertunjukkan di lingkungan istana. Sementara itu, "Polopalo" adalah alat musik tradisional Gorontalo yang terbuat dari bambu atau pelepah daun rumbia.
Awalnya eksklusif untuk kalangan istana, tari Tidi Lo Polopalo kini juga boleh dipentaskan oleh masyarakat umum. Menurut sejarah, tarian ini diciptakan oleh dua puteri Raja Amai yang cemburu melihat kakaknya mendapatkan sayembara. Untuk menunjukkan keanggunan dan kemampuan perempuan, mereka menciptakan tarian ini yang menggambarkan kehalusan budi pekerti, keramahan, serta tanggung jawab wanita dalam rumah tangga.
5. Palebohu
Palebohu adalah puisi berbahasa Gorontalo yang sering disampaikan dalam upacara adat pernikahan, ketika pengantin duduk di pelaminan, sebagai nasihat untuk memulai kehidupan baru. Selain dalam pernikahan, palebohu juga digunakan dalam upacara penobatan jabatan, seperti gubernur, camat, lurah, atau kepala desa, berperan sebagai penasihat bagi para pemimpin yang baru dilantik. Palebohu berfungsi sebagai petunjuk, ajaran, dan nasihat yang dipegang sebagai pedoman hidup.
Puisi palebohu, yang biasanya berupa pidato berisi nasihat bernuansa Islam, disampaikan setelah upacara adat selesai. Penuturnya biasanya adalah tokoh-tokoh adat atau mantan pejabat. Jika disampaikan oleh tokoh adat (Ba'te dan Wuqu), ragamnya disebut tahuda, sedangkan jika disampaikan oleh mantan pejabat (Walikota atau Bupati), ragamnya disebut tahuli.
Itulah informasi seputar Warisan Budaya Gorontalo, Apakah Anda semakin tertarik untuk berkunjung ke Gorontalo? Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Gorontalo
Disamping itu, jika Anda sedang berada di Gorontalo, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang Gorontalo. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Gorontalo pada halaman berikut:
Asuransi Sinar Mas Cabang Gorontalo
Sumber:
- "5 Tradisi Asal Gorontalo Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda", https://regional.kompas.com/read/2017/08/23/11464351/5-tradisi-asal-gorontalo-ditetapkan-sebagai-warisan-budaya-takbenda.
- https://id.wikipedia.org/wiki/Paiya_lohungo_lopoli.
- https://id.wikipedia.org/wiki/Tuja%27i.
- https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=578.
- "Tari Tidi Lo Polopalo, Tarian Pernikahan di Gorontalo", https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/12/180608469/tari-tidi-lo-polopalo-tarian-pernikahan-di-gorontalo.
- https://id.wikipedia.org/wiki/Palebohu.