Jejak Sejarah dan Asal Usul Kota Banjarmasin sebagai Kota Seribu Pulau
Banjarmasin
Banjarmasin, kota terbesar di Kalimantan Selatan, Indonesia, pernah menjadi ibu kota provinsi Kalimantan (1945–1956) dan Kalimantan Selatan (1956–2022). Dikenal sebagai Kota Seribu Sungai, Banjarmasin memiliki luas 98,46 km² yang terdiri dari sekitar 25 pulau kecil yang dipisahkan oleh sungai-sungai, termasuk Pulau Tatas, Kelayan, Rantauan Keliling, Insan, Kembang, dan Bromo.
Menurut data Kementerian Dalam Negeri akhir 2023, Banjarmasin berpenduduk 678.243 jiwa dengan kepadatan 6.900 jiwa/km². Wilayah metropolitannya, Banjar Bakula, mencakup sekitar 2,2 juta jiwa.
Banjarmasin pernah menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan (1945–1956) dan Kalimantan Selatan (1956–sekarang). Secara astronomis, kota ini berada di antara 3°16’46’’ hingga 3°22’54’’ LS dan 114°31’40’’ hingga 114°39’55’’ BT.
Banjarmasin berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala di utara dan barat, serta Kabupaten Banjar di timur dan selatan. Dengan luas 98,46 km², kepadatan penduduknya mencapai sekitar 6.949 jiwa per km². Dikenal sebagai Kota Seribu Sungai, Banjarmasin memiliki banyak sungai yang melintasi wilayahnya.
Sejarah Banjarmasin
Sebelum tahun 1526, nama Banjarmasin merujuk pada sebuah kampung di utara muara Sungai Kuin, kini berada di kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan. Nama Banjarmasin berasal dari Banjarmasih, nama asli yang digunakan sebelum diubah oleh Belanda. Dalam kontrak abad ke-17 (1663) dengan VOC, istilah Bandzermasch (Banjarmasih) masih digunakan.
Banjarmasih adalah nama kampung di muara Sungai Kuin, anak sungai Barito, yang terletak antara Pulau Kembang dan Pulau Alalak. Kampung ini dibentuk oleh lima aliran sungai kecil—Sungai Sipandai, Sungai Sigaling, Sungai Keramat, Sungai Jagabaya, dan Sungai Pangeran—yang bergabung membentuk sebuah danau. Kata "Banjar" dalam Bahasa Melayu berarti kampung atau deretan perumahan di sepanjang tepian sungai.
Pada abad ke-16, Kerajaan Banjarmasih muncul dengan raja pertamanya, Raden Samudera. Raden Samudera melarikan diri dari ancaman pamannya, Pangeran Tumenggung, raja Kerajaan Negara Daha, setelah Maharaja Sukarama, pendahulu Tumenggung, mewasiatkan cucunya, Raden Samudera, sebagai penggantinya. Raden Samudera adalah putra Puteri Galuh Intan Sari (anak Maharaja Sukarama) dan Raden Bangawan (keponakan Maharaja Sukarama). Bantuan Arya Taranggana, mangkubumi Negara Daha, memungkinkan Raden Samudera melarikan diri ke hilir Sungai Barito dan tiba di kampung Banjar, yang juga dikenal sebagai Banjar Masih.
Sekitar tahun 1520, Patih Masih, kepala Kampung Banjar, dan para patih di sekitarnya mengundang Raden Samudera dari kampung Belandean. Setelah merebut Bandar Muara Bahan, pusat perdagangan Negara Daha, mereka memindahkan pusat perdagangan ke pelabuhan Bandar (dekat muara Sungai Kelayan) dan menobatkan Raden Samudera sebagai Pangeran Samudera. Penobatan ini menyebabkan peperangan, penarikan garis demarkasi, dan blokade ekonomi dari pantai ke pedalaman.
Pada tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibu kota Divisi Selatan dan Timur Borneo. Saat itu, rumah Residen terletak di Kampung Amerong, berhadapan dengan istana pribadi Sultan di Kampung Sungai Mesa, yang dipisahkan oleh Sungai Martapura.
Asal Usul Banjarmasin
Berikut beberapa uraian asal usul Kota Banjarmasin:
1. Berawal dari Istilah Banjarmasih
Asal usul penamaan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, terkait erat dengan sosok Patih Masih, seorang pejabat penting dalam sejarah Kerajaan Banjar. Nama Banjarmasin berasal dari Patih Masih, yang berasal dari Desa Oloh Masih—nama yang dalam bahasa Ngaju berarti "orang Melayu."
Desa Oloh Masih yang dipimpin oleh Patih Masih kemudian dikenal sebagai Banjarmasih, dan akhirnya berubah menjadi Banjarmasin. Menurut sejarah, Patih Masih adalah kepala kampung Banjarmasih, juga dikenal sebagai Kiai Masih, dan merupakan adik dari Patih Muhur. Ia memimpin orang-orang Melayu dengan bijaksana, berani, dan sakti.
Kepemimpinan di Banjarmasih diwariskan secara turun-temurun dalam keluarganya, yang merupakan keturunan Patih Simbar Laut.
2. Peperangan Pangeran Samudera
Pangeran Samudera adalah raja pertama di Kalimantan Selatan yang memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. Pangeran Samudera adalah putra Kerajaan Daha yang terbuang dan mengasingkan diri di Desa Olo Masih. Dari sini, Kerajaan Banjar mulai terbentuk. Pangeran Samudera kemudian menaklukkan Muara Bahan dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya, serta menguasai jalur-jalur sungai yang menjadi pusat perdagangan saat itu.
Peperangan yang berkepanjangan membuat Pangeran Samudera terdesak, sehingga ia meminta bantuan dari Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama dan terbesar di Nusantara. Demak setuju membantu dengan syarat raja dan rakyat Banjar masuk Islam. Pangeran Samudera menyetujui, dan tentara Demak datang bersama Khatib Dayan yang kemudian mengislamkan rakyat Banjar. Setelah memeluk Islam, Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah.
Dengan bantuan Demak, Banjar menyerbu dan mengalahkan Daha pada 24 Desember 1526. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Kemenangan Pangeran Samudera dan menjadi awal mula Kerajaan Islam Banjar. Hari itu juga diperingati sebagai Hari Jadi Kota Banjarmasih, ibu kota kerajaan baru yang menguasai sungai dan daratan Kalimantan Selatan. Hingga tahun 1664, surat-surat Belanda masih menyebut kerajaan ini sebagai "Bandzermash".
Setelah itu, namanya berubah menjadi Bandjarmassin, dan pada pertengahan abad ke-19, sejak masa pendudukan Jepang, disebut Bandjarmasin, yang dalam ejaan baru Bahasa Indonesia menjadi Banjarmasin.
3. Kota Tatas
Nama lain Kota Banjarmasin adalah Kota Tatas, yang diambil dari nama Pulau Tatas—delta yang membentuk wilayah Kecamatan Banjarmasin Barat dan sebagian Banjarmasin Tengah. Kawasan ini dulunya menjadi pusat pemerintahan Residen Belanda. Di Kalimantan, juga terkenal sebuah benteng besar yang menjadi markas tentara Belanda, dikenal sebagai Fort Van Tatas atau Benteng Tatas. Benteng ini dikelilingi oleh Sungai atau Kanal Tatas, yang seolah membentuk pulau di sekitar benteng.
Benteng Tatas dibangun oleh armada dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pada tahun 1606, sebagai bagian dari upaya membuka jalur perdagangan di Nusantara melalui Kalimantan.
4. Banjarmasih Sesudah Tahun 1612
Kerajaan Banjarmasih berkembang pesat di bawah Sultan Suriansyah, yang kemudian digantikan oleh putranya, Sultan Rahmatullah (1550–1570), diikuti oleh Sultan Hidayatullah (1570–1620), dan Sultan Musta'inbillah (1620–1650). Untuk memperkuat pertahanan, Sultan Musta'inbillah mengundang Sorang, panglima perang suku Dayak Ngaju, bersama sepuluh orang lainnya untuk tinggal di keraton. Sorang masuk Islam dan menikah dengan adik sultan, yang kemungkinan masih kerabat istri Sultan, Nyai Siti Diang Lawai dari suku Dayak.
Pada tahun 1596, Belanda merampas dua jung lada milik Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten. Ekspedisi Belanda yang dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon membalas tindakan tersebut dengan tiba di Banjarmasin pada 7 Juli 1607. Pada 1612, armada Belanda kembali ke Banjarmasih untuk membalas serangan sebelumnya. Mereka menyerang dari arah Pulau Kembang dan menembaki Kuin, ibu kota Kesultanan Banjar, menyebabkan kehancuran Banjar Lama dan sekitarnya. Akibatnya, ibu kota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Martapura, meskipun aktivitas perdagangan di pelabuhan Banjarmasih tetap ramai.
Menurut catatan Dinasti Ming tahun 1618, Banjarmasih memiliki banyak rumah di atas air yang dikenal sebagai rumah lanting (rumah rakit), mirip dengan yang dijelaskan oleh Valentijn. Kebanyakan rumah ini memiliki dinding bambu (pelupuh) atau kayu, berukuran besar, mampu menampung hingga 100 orang, dan berdiri di atas tiang-tiang tinggi. Kota Tatas (Banjarmasin) terdiri dari sekitar 300 rumah, yang saling terhubung oleh titian, dan alat transportasi utama adalah jukung atau perahu.
5. Banjarmasin pada Masa Kolonial
Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda pada 11 Juni 1860, menjadikannya wilayah terakhir di Kalimantan yang masuk ke Hindia Belanda. Perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru berakhir pada 24 Januari 1905 setelah gugurnya Sultan Muhammad Seman. Setelah tahun 1864, sebagian besar golongan bangsawan Banjar hijrah ke Barito mengikuti Pangeran Antasari, sementara sebagian melarikan diri ke hutan, seperti Pulau Kadap dan Cinta Puri. Beberapa keluarga bangsawan diasingkan ke Betawi, Bogor, Cianjur, dan Surabaya, sementara yang lainnya mati atau dihukum gantung. Hanya sedikit yang menetap dan bekerja dengan Belanda, mendapatkan ganti rugi tanah, namun jumlahnya sangat terbatas.
Itulah informasi seputar Sejarah Kota Banjarmasin, Apakah Anda semakin tertarik untuk berkunjung ke Kalimantan Selatan? Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Kalimantan Selatan
Disamping itu, jika Anda sedang berada di Kalimantan Selatan, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang Kalimantan Selatan. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Kalimantan Selatan pada halaman berikut:
Asuransi Sinar Mas Cabang Banjarmasin
Sumber:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjarmasin.
- "Sejarah dan Asal-usul Banjarmasin, dari Kata Banjarmasih hingga Peperangan Pangeran Samudera", https://www.kompas.com/sains/read/2022/05/19/163200823/sejarah-dan-asal-usul-banjarmasin-dari-kata-banjarmasih-hingga-peperangan?page=all.
- "Asal Usul Nama Kota Banjarmasin dari Sosok Ini", https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/06/22/asal-usul-nama-kota-banjarmasin-dari-sosok-ini.
- https://www.banjarmasinkota.go.id/p/sejarah-kota-banjarmasin.html.