March 14, 2025

Sejarah dan Potensi Ekonomi Provinsi Riau: Dari Prasejarah Hingga Era Modern

Riau adalah provinsi di pantai timur tengah Sumatra, berbatasan dengan Selat Malaka. Sebelum dimekarkan pada 2004, wilayah ini juga mencakup Kepulauan Riau. Pekanbaru adalah ibu kota dan kota terbesar, diikuti oleh Dumai. Pada 2022, populasi Riau mencapai 6,49 juta jiwa, dengan proyeksi 6,97 juta jiwa pada 2024.

Sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia, ekonomi Riau bergantung pada minyak bumi, gas alam, karet, dan kelapa sawit. Namun, deforestasi masif telah mengurangi luas hutan dari 78% pada 1982 menjadi 33% pada 2005, menyebabkan kabut asap tahunan yang berdampak hingga Malaysia dan Singapura.

Sejarah

Etimologi

Ada tiga asal-usul nama "Riau". Pertama, dari kata Portugis "rio" (sungai), terkait ekspedisi Portugis pada 1514 di Sungai Siak setelah jatuhnya Malaka. Wilayah ini kemudian dikenal sebagai Residentie Riouw oleh Belanda, yang oleh penduduk dieja "Riau".

Versi kedua menyebut "riahi" (air laut) dari cerita Sinbad al-Bahar, dan versi ketiga dari kata lokal "rioh" atau "riuh" (ramai).

Provinsi Riau dibentuk melalui UU No. 61 Tahun 1958, dengan Mr. S.M. Amin sebagai gubernur pertama. Pada 1959, ibu kota dipindahkan dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru.

Masa Prasejarah

Riau diperkirakan telah dihuni sejak 10.000 hingga 40.000 SM, berdasarkan penemuan alat-alat dari zaman Pleistosen di daerah Sungai Sengingi, Kabupaten Kuantan Singingi, pada Agustus 2009. Alat-alat batu yang ditemukan meliputi kapak penetak, perimbas, serut, serpih, dan batu inti. Fosil kayu yang lebih tua dari alat-alat tersebut juga ditemukan di lokasi.

Manusia yang menggunakan alat ini diduga adalah Pithecanthropus erectus, seperti yang ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah. Temuan ini menunjukkan bahwa peradaban di Riau jauh lebih tua dari yang selama ini diduga, yang sebelumnya hanya merujuk pada Candi Muara Takus di Kampar.

Masa Prakolonial

Pada awal abad ke-16, penjelajah Portugal Tome Pires mencatat bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatra, dari Arcat hingga Jambi, adalah pelabuhan dagang yang dikuasai raja-raja Minangkabau, yang mendirikan kampung perdagangan di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Indragiri, termasuk Senapelan yang kemudian menjadi Pekanbaru, ibu kota provinsi.

Sejarah pra-kolonial Riau didominasi oleh kerajaan otonom seperti Kerajaan Keritang, yang muncul pada abad keenam di Indragiri Hilir, serta Kerajaan Kemuning, Batin Enam Suku, dan Indragiri. Kerajaan Tambusai, Rambah, Kepenuhan, Rokan IV Koto, dan Kunto Darussalam menguasai hulu Sungai Rokan, sedangkan Kerajaan Kampar Kiri dan Singingi menguasai sehilir Sungai Kampar. Kesultanan Siak Sri Inderapura mencakup Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai, Siak, dan Meranti; Kesultanan Pelalawan menguasai Kabupaten Pelalawan; dan Kesultanan Indragiri menguasai Kabupaten Indragiri Hulu dan Hilir, dengan pesisir Indragiri sebagai bagian dari Kesultanan Lingga-Riau.

Masa Kerajaan Melayu

Kesultanan Melayu

Provinsi Riau terbentuk dari sejumlah kesultanan Melayu yang pernah berjaya, seperti Kesultanan Indragiri (1658–1838), Siak Sri Indrapura (1723–1858), Pelalawan (1530–1879), dan Riau-Lingga (1824–1913), serta kesultanan kecil seperti Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar, dan Kandis.

Nama Riau memiliki tiga kemungkinan asal. Pertama, dari bahasa Portugis "rio," berarti sungai. Kedua, dari tokoh Sinbad al-Bahar dalam kitab Alfu Laila wa Laila, yang menyebut "riahi" untuk tempat di Pulau Bintan. Ketiga, dari kata "rioh" atau "riuh," yang berarti hiruk-pikuk. Nama Riau juga terkait dengan pendirian kerajaan baru di Sungai Carang, yang menjadi Ulu Riau.

Kesultanan Indragiri

Kesultanan Indragiri didirikan pada tahun 1298 oleh Raja Merlang I, yang berkedudukan di Melaka. Pemerintahan diserahkan kepada para pembesar tradisional. Sekitar tahun 1473, pada masa Narasinga II, para raja mulai menetap di Kota Tua. Pada tahun 1815, di bawah Sultan Ibrahim, ibu kota dipindahkan ke Rengat, yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Indragiri Hulu, saat Belanda mulai campur tangan dengan mengangkat Sultan Muda di Peranap.

Pada 27 September 1938, Kesultanan Indragiri menjadi zelfbestuur di bawah perlindungan Belanda, dipimpin oleh controleur dengan wewenang mutlak atas kekuasaan lokal.

Kesultanan Siak

Kesultanan Siak Sri Inderapura didirikan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung pada 1723 dan segera menjadi kekuatan dominan di Riau. Ia menaklukkan Rokan pada 1726 dan mendirikan pangkalan di Pulau Bintan, meskipun harus menghadapi tantangan dari orang Bugis.

Pada akhir abad ke-18, Siak menjadi kekuatan utama di pesisir timur Sumatra. Sultan Abdul Jalil Syah III menandatangani perjanjian perdagangan dengan Belanda pada 1761. Raja Muhammad Ali, yang didukung Belanda, menjadi penguasa, sedangkan sepupunya, Raja Ismail, menguasai perairan timur Sumatra.

Siak menaklukkan Langkat pada 1780 dan membantu Belanda menyerang Selangor pada 1784, serta memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di Pulau Penyengat.

Masa Kolonial Belanda

Invasi agresif Belanda ke pantai timur Sumatra melemahkan kedaulatan Siak, yang terpaksa menandatangani perjanjian menyerahkan Bengkalis pada Juli 1873. Akibatnya, wilayah Siak berpindah tangan satu per satu. Indragiri juga mulai dipengaruhi Belanda dan baru sepenuhnya dikuasai Batavia pada tahun 1938.

Penguasaan Belanda atas Siak memicu pecahnya Perang Aceh. Di pesisir, Belanda menghapuskan kerajaan-kerajaan yang belum tunduk, menunjuk residen di Tanjung Pinang, dan memakzulkan Sultan Riau-Lingga, Abdul Rahman Muazzam Syah, pada Februari 1911.

Masa Kolonial Jepang

Selama pendudukan Jepang di Indonesia, Riau menjadi sasaran utama. Tentara Jepang menduduki Rengat pada 31 Maret 1942, dan seluruh wilayah Riau dengan cepat jatuh ke tangan Jepang. Salah satu peninggalan dari masa itu adalah jalur kereta api sepanjang 220 km yang menghubungkan Muaro Sijunjung dan Pekanbaru, yang kini terbengkalai. Ratusan ribu warga Riau dipaksa bekerja oleh tentara Jepang untuk menyelesaikan proyek ini.

Era Kemerdekaan

Revolusi Nasional dan Orde Lama

Setelah kemerdekaan, Keresidenan Riau digabungkan ke Provinsi Sumatra yang berpusat di Medan. Setelah penumpasan PRRI, Sumatra dimekarkan menjadi tiga provinsi: Sumatera Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatera Selatan. Pada 1957, Sumatra Tengah dipecah menjadi Riau, Jambi, dan Sumatera Barat. Riau terdiri dari bekas Kesultanan Siak Sri Inderapura, Keresidenan Riau, dan Kampar.

Riau terpengaruh PRRI hingga akhir 1950-an, memicu Operasi Tegas yang berhasil menumpas simpatisan PRRI. Ibu kota provinsi dipindahkan dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru pada 20 Januari 1959.

Masa Orde Baru

Setelah Orde Lama, Riau menjadi pusat pembangunan ekonomi. Pada 1944, ditemukan sumur minyak terbesar di Asia Tenggara di Minas. Eksploitasi minyak dimulai pada September 1963 dengan Chevron, dan Riau menyuplai 70 persen produksi minyak nasional pada 1970-an.

Riau juga menjadi tujuan program transmigrasi di bawah Soeharto, dengan banyak keluarga Jawa pindah ke perkebunan kelapa sawit.

Era Reformasi

Pada 1999, Saleh Djasit terpilih sebagai gubernur Riau pertama dari putra daerah. Rusli Zainal menjabat pada 2003 dan terpilih kembali pada 2008. Annas Maamun menjadi gubernur pada 2014, tetapi dilengserkan karena kasus korupsi. Riau saat ini dipimpin oleh Arsyadjuliandi Rachman.

Setelah Orde Baru, Riau dimekarkan menjadi Kepulauan Riau yang beribu kota di Tanjung Pinang pada 2002.

Visi dan Misi Provinsi Riau

Visi

Hingga tahun 2024, Provinsi Riau memiliki visi “Terwujudnya Riau yang Berdaya Saing, Sejahtera, Bermartabat, dan Unggul di Indonesia.”

  1. Berdaya Saing: Kemampuan daerah yang mapan, didukung oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur yang baik, sumber daya manusia yang handal, dan lingkungan hidup yang lestari.
  2. Sejahtera: Masyarakat Riau yang makmur, ditandai dengan peningkatan pendapatan, pengurangan ketimpangan sosial, serta penurunan kemiskinan dan pengangguran.
  3. Bermartabat: Meningkatkan marwah Provinsi Riau melalui integritas, nilai-nilai agama, dan penerapan falsafah Melayu dalam kehidupan masyarakat.
  4. Unggul: Mencapai prestasi di bidang agama, budaya, seni, olahraga, serta menjadi yang terbaik dalam inovasi, pelayanan publik, dan penyelenggaraan pemerintahan.

Misi Pembangunan

Misi Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Riau (2019-2024) meliputi:

  1. Mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, berkualitas, dan berdaya saing melalui pembangunan manusia secara menyeluruh.
  2. Membangun infrastruktur daerah yang merata dan berwawasan lingkungan.
  3. Menciptakan ekonomi yang inklusif, mandiri, dan berdaya saing.
  4. Mengembangkan budaya Melayu sebagai payung negeri dan pariwisata yang berdaya saing.
  5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima berbasis teknologi informasi.

Itulah informasi seputar Sejarah dan Potensi Ekonomi Provinsi Riau. Apakah Anda semakin tertarik berkunjung ke Riau? Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Riau.

Disamping itu, jika Anda sedang berada di Riau, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Cabang Riau. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Riau pada halaman berikut:

1. Asuransi Sinar Mas Cabang Pekanbaru

2. Asuransi Sinar Mas Kantor Pemasaran Duri

3. Asuransi Sinar Mas Kantor Pemasaran Agency Pekanbaru

4. Asuransi Sinar Mas Marketing Poin Agency Panam - Pekanbaru

Perkuat rasa cintamu pada Indonesia dengan menambah wawasan budaya nusantara di saluran whatsapp ini.

Jelajah Nusantara

Sumber:

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Riau.
  2. https://www.riau.go.id/profil-riau.php.
  3. https://www.riauonline.co.id/riau/read/2021/12/21/sejarah-singkat- terbentuknya-provinsi-riau.