Merayakan Tradisi Sekaten: Mengenang Kelahiran Nabi Muhammad SAW di Keraton Yogyakarta dan Surakarta
Pengertian Sekaten
Salah satu upacara tradisional keagamaan yang terkenal adalah Sekaten. Sekaten adalah serangkaian kegiatan tahunan yang diadakan umat Islam untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara ini berkembang di tengah masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sekaten, yang diselenggarakan oleh Keraton Surakarta dan Yogyakarta, berlangsung setiap tahun dari tanggal 5 hingga 11 Rabi’ul Awal, dan ditutup dengan upacara Garebeg Mulud pada 12 Rabi’ul Awal.
Sejarah Sekaten
Terdapat beberapa pendapat mengenai asal usul kata "Sekaten":
- Sekaten berasal dari kata "sekati," yang dahulunya adalah nama perangkat gamelan pusaka keraton dalam upacara perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
- Sekaten berasal dari kata "suka" dan "ati," yang bermakna senang hati.
- Sekaten berasal dari kata "sesek" dan "ati," yang bermakna sesak hati.
- Sekaten berasal dari dua kalimat syahadat atau "syahadatain."
Sekaten dimulai dari kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa pada masa Kesultanan Demak. Pada saat itu, masyarakat Jawa menyukai gamelan yang dimainkan pada hari lahir Nabi Muhammad, sehingga gamelan dimainkan di Masjid Agung Demak.
Nama Sekaten diadaptasi dari kata "syahadatain," yang berarti dua persaksian (syahadat). Makna ini kemudian diperluas menjadi beberapa interpretasi:
Tradisi Saparan adalah bentuk selamatan atau syukuran yang diharapkan dapat mendatangkan berkah dan rezeki serta menjauhkan dari malapetaka.
- Sahutain: Menghentikan atau menghindari dua perkara, yaitu sifat lacur dan menyeleweng.
- Sakhatain: Menghilangkan dua perkara, yaitu watak hewan dan sifat setan.
- Sakhotain: Menanamkan dua perkara, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur yang selalu mendambakan diri pada Tuhan.
- Sekati: Setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk.
- Sekat: Batas, orang hidup harus membatasi diri untuk berlaku jahat.
Sejarah Sekaten berkaitan erat dengan upaya Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam pada masa Kerajaan Demak. Pada masa itu, mayoritas masyarakat menganut kepercayaan Hindu dan Buddha. Untuk menarik perhatian warga, Sunan Kalijaga menggunakan gamelan untuk mengiringi lagu ciptaannya.
Selain itu, ada yang menyebutkan bahwa kata Sekaten berasal dari "Syahadatain," yang berarti kalimat syahadat. Tujuan utama upacara Sekaten, yang masih diperingati hingga kini, adalah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, upacara Sekaten juga berfungsi sebagai sarana penyebaran agama Islam.
Hingga kini, tradisi Sekaten terus dijaga dan dipelihara. Peringatan Sekaten ditandai dengan miyos gangsa, yaitu pemberian sesaji seperti bungkusan makanan dan rangkaian bunga untuk dua perangkat gamelan utama: Kiai Guntur Madu dan Kiai Nogowilogo.
Tujuan Sekaten
Tujuan utama perayaan Sekaten yang diadakan setiap tahun adalah untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. Pada masa lalu, Sekaten juga digunakan oleh Sunan Kalijaga sebagai sarana penyebaran agama Islam.
Upacara Sekaten dilaksanakan secara sakral oleh keraton, mengikuti serangkaian prosesi yang ketat. Terdapat beberapa pantangan yang harus ditaati, terutama oleh para abdi dalem penabuh gamelan, atau abdi dalem niaga. Mereka harus menjaga sikap selama bertugas, berpuasa, dan menyucikan diri sebelum memainkan gamelan. Selain itu, gamelan tidak boleh dimainkan pada malam Jumat dan hari Jumat siang, sebelum waktu sholat zuhur.
Tahapan Upacara Sekaten
Pada awalnya, gamelan akan dibunyikan sebagai tanda dimulainya upacara Sekaten. Gamelan Sekaten akan dimainkan mulai pukul 16.00 hingga sekitar pukul 23.00 waktu setempat pada tanggal 5 Rabi’ul Awal.
Selanjutnya, gamelan akan dipindahkan ke pangonan di halaman Masjid Besar pada tanggal 5 Rabi’ul Awal pukul 23.00 waktu setempat. Di pangonan ini, gamelan Sekaten akan dimainkan pada siang dan malam hari.
Namun, gamelan akan berhenti berbunyi saat waktu shalat tiba dan sepanjang hari Jumat. Tahapan berikutnya adalah kedatangan Sri Sultan bersama para pengiringnya di serambi Masjid Besar.
Di serambi Masjid Besar, Sri Sultan dan para pengiringnya akan mendengarkan riwayat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 11 Rabi’ul Awal pukul 20.00 hingga 23.00 waktu setempat.
Tahapan terakhir dari upacara Sekaten adalah pengembalian gamelan Sekaten dari halaman Masjid Besar ke keraton. Ketika gamelan Sekaten telah dikembalikan, upacara Sekaten resmi berakhir. Tahapan ini berlangsung pada tanggal 11 Rabi’ul Awal pukul 23.00 waktu setempat.
Itulah informasi tentang Tradisi Sekaten di Yogyakarta. Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Yogyakarta.
Disamping itu, jika Anda sedang berada di Yogyakarta, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang Yogyakarta. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Yogyakarta pada halaman berikut:
1. Asuransi Sinar Mas Cabang Yogyakarta
2. PT. Asuransi Sinar Mas Kantor Pemasaran Agency
Yogyakarta
3. Asuransi Sinar Mas Marketing Poin Agency
Yogyakarta
Sumber:
- "Sekaten: Asal Usul, Prosesi, Tradisi, dan Pantangan", https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/27/160514979/sekaten-asal-usul-prosesi-tradisi-dan-pantangan?page=all.
- https://www.gramedia.com/literasi/sekaten-adalah/.
- "Apa Itu Tradisi Sekaten? Ini Sejarah, Tujuan hingga Prosesinya" https://www.detik.com/jogja/budaya/d-6945024/apa-itu-tradisi-sekaten-ini-sejarah-tujuan-hingga-prosesinya.