September 30, 2024

Menggali Sejarah Kota Palembang: Dari Kerajaan Sriwijaya hingga Kemerdekaan

Kota Palembang adalah salah satu kota tertua di Indonesia, berusia setidaknya 1337 tahun berdasarkan Prasasti Kedudukan Bukit dari Sriwijaya yang bertanggal 16 Juni 682. Pada waktu itu, penguasa Sriwijaya mendirikan Wanua di daerah yang kini dikenal sebagai Palembang. Kota ini dikelilingi dan bahkan terendam oleh air dari sungai, rawa, dan hujan. Saat ini, 52,24% dari wilayah Palembang masih tergenang air (data Statistik 1990). Nama Palembang sendiri berasal dari bahasa Melayu: "Pa" atau "Pe" berarti tempat atau keadaan, sedangkan "lembang" atau "lembeng" mengacu pada tanah rendah atau genangan air. Dengan demikian, Palembang berarti tempat yang digenangi air.

Palembang, yang pernah menjadi ibu kota Kedatuan Sriwijaya, kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-9, dikenal dengan julukan "Bumi Sriwijaya" karena pengaruhnya yang luas di Nusantara dan Semenanjung Malaya. Prasasti Kedukan Bukit, ditemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang dan bertanggal 16 Juni 683 Masehi, mengukuhkan Palembang sebagai kota tertua di Indonesia. Di dunia Barat, Palembang juga dijuluki "Venice of the East" dan "Serambi Hadramaut," dengan julukan terakhir merujuk pada kehadiran gelar Habib yang jarang ditemukan di tempat lain di Indonesia.

Sejarah Kota Palembang

Asal Usul Nama Palembang

Asal usul nama Palembang memiliki beberapa versi. Salah satu versinya menyebutkan bahwa saat penguasa Sriwijaya mendirikan Wanua (kota) di wilayah yang kini dikenal sebagai Palembang, topografi kota ini yang dikelilingi dan terendam air mempengaruhi penamaannya. Air tersebut berasal dari anak sungai, rawa, dan berdasarkan data statistik 1990, 50% dari tanah Palembang masih tergenang air.

Kemungkinan, nama "Palembang" berasal dari bahasa Melayu: "Pa" atau "Pe" berarti tempat atau keadaan, sementara "Lembang" atau "Lembeng" berarti tanah rendah atau genangan air. Jadi, Palembang berarti tempat yang digenangi air.

Pada awal abad ke-15, Palembang diduduki oleh perompak Chen Zuyi dari Tiongkok, yang kemudian dikalahkan oleh Laksamana Cheng Ho pada tahun 1407. Sekitar tahun 1513, Tomé Pires, seorang apoteker Portugis, mencatat bahwa Palembang dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa dan terlibat dalam penyerangan Malaka yang dikuasai Portugis.

Palembang menjadi kesultanan pada tahun 1659 dengan Sri Susuhunan Abdurrahman sebagai raja pertamanya. Namun, pada tahun 1823, kesultanan ini dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda dan wilayah Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dengan permukiman terbagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.

Zaman Sriwijaya

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya terletak di barat daya pusat kota Palembang dan membentuk sumbu yang menghubungkan Bukit Siguntang dan Sungai Musi. Prasasti Kedukan Bukit, yang berasal dari tahun 682 Masehi, adalah prasasti tertua yang ditemukan di Palembang. Prasasti ini mengisahkan seorang raja yang memperoleh kekuatan magis dan memimpin pasukan besar di atas air dan tanah. Raja ini berangkat dari delta Tamvan, tiba di tempat yang disebut "Matajap" (yang dalam interpretasi beberapa sarjana diyakini sebagai Mukha Upang, sebuah kabupaten di Palembang), dan mendirikan pemerintahan Sriwijaya.

Kedatuan Sriwijaya, kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-9, Palembang dikenal dengan julukan "Bumi Sriwijaya." Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang pada 16 Juni 683 Masehi mengukuhkan Palembang sebagai kota tertua di Indonesia. Di dunia Barat, Palembang dijuluki "Venice of the East" dan "Serambi Hadramaut," julukan terakhir merujuk pada kehadiran gelar Habib yang langka di Indonesia.

Sebagai ibu kota kerajaan Sriwijaya, yang merupakan kota tertua kedua di Asia Tenggara, Palembang telah menjadi pusat perdagangan maritim penting selama lebih dari satu milenium. Kerajaan ini mengendalikan perdagangan internasional melalui Selat Malaka dari abad ke-7 hingga abad ke-13, mengukuhkan hegemoninya atas negara-negara di Sumatra dan Semenanjung Malaya. Prasasti Sanskerta dan catatan perjalanan Tiongkok mencatat kemakmuran Sriwijaya sebagai perantara perdagangan internasional antara Tiongkok dan India.

Pada tahun 990, pasukan Kerajaan Medang dari Jawa menyerang Sriwijaya, menyebabkan kerusakan parah di Palembang dan penjarahan istana. Untuk mendapatkan perlindungan, Cudamani Warmadewa meminta bantuan Tiongkok. Pada tahun 1006, invasi tersebut berhasil dipukul mundur. Sebagai balasan, raja Sriwijaya mengirim pasukannya untuk mendukung Raja Wurawari dari Luaram dalam pemberontakannya terhadap Medang. Dalam pertempuran berikutnya, Istana Medang dihancurkan dan keluarga kerajaan Medang dieksekusi.

Pada tahun 1068, Raja Virarajendra Chola dari Dinasti Chola di India menaklukkan Kedah, yang merupakan bagian dari wilayah Sriwijaya. Setelah kehilangan banyak tentara dan dengan keuangan yang hampir habis akibat gangguan perdagangan selama dua puluh tahun, jangkauan Sriwijaya menyusut. Wilayah-wilayahnya mulai merdeka dari kekuasaan Palembang dan mendirikan banyak kerajaan kecil di bekas imperium. Sriwijaya akhirnya mengalami kemerosotan akibat ekspedisi militer dari kerajaan-kerajaan Jawa pada abad ke-13.

Zaman Pasca-Sriwijaya

Pangeran Parameswara melarikan diri dari Palembang setelah kota ini dihancurkan oleh pasukan Jawa. Selanjutnya, Palembang mengalami gangguan oleh bajak laut, terutama Chen Zuyi dan Liang Daoming. Pada tahun 1407, Chen diadang di Palembang oleh armada Kekaisaran Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho. Cheng Ho menuntut Chen menyerah, namun bajak laut tersebut mempersiapkan serangan mendadak. Berkat informasi dari seorang informan Tionghoa setempat, Cheng Ho mengetahui rencana tersebut. Dalam pertempuran sengit, armada Ming yang superior berhasil menghancurkan armada bajak laut dan menewaskan 5.000 orang. Chen Zuyi ditangkap dan dieksekusi di Nanjing pada tahun 1407.

Perdamaian akhirnya pulih di Selat Malaka setelah Shi Jinqing dilantik sebagai penguasa baru Palembang, yang kemudian bergabung dalam sistem aliansi yang mengakui supremasi Ming sebagai imbalan atas pengakuan diplomatik, perlindungan militer, dan hak perdagangan.

Periode Pendudukan Jepang

Palembang menjadi target utama pasukan Jepang karena merupakan lokasi beberapa kilang minyak terbaik di Asia Tenggara. Dengan embargo minyak yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, Belanda, dan Britania Raya, serta adanya lapangan terbang di daerah tersebut, Palembang menawarkan potensi strategis sebagai pangkalan militer penting bagi Sekutu dan Jepang.

Pertempuran utama terjadi dari 13 - 16 Februari 1942. Pada 13 Februari, pesawat Sekutu menyerang kapal-kapal Jepang, sementara pesawat angkut Kawasaki Ki-56 dari Chutai 1, 2, dan 3, Pasukan Udara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang (IJAAF), menerjunkan pasukan parasut Teishin Shudan (Kelompok Penyergapan) di lapangan terbang Pangkalan Benteng. Bersamaan dengan itu, pesawat pengebom Mitsubishi Ki-21 dari Sentai ke-98 menjatuhkan suplai untuk pasukan parasut, yang dikawal oleh pesawat tempur Nakajima Ki-43 dari Sentai ke-59 dan 64.

Sekitar 180 anggota Resimen Parasut Kedua Jepang, di bawah Kolonel Seiichi Kume, diterjunkan di antara Palembang dan Pangkalan Benteng, sementara lebih dari 90 orang diterjunkan di barat kilang minyak di Plaju. Meskipun gagal merebut lapangan terbang Pangkalan Benteng, pasukan parasut Jepang berhasil menguasai kilang minyak Plaju dalam kondisi baik. Namun, kilang minyak kedua di Sungai Gerong berhasil dihancurkan oleh Sekutu. Serangan balasan oleh pasukan Landstorm dan unit antipesawat dari Prabumulih merebut kembali kompleks tersebut dengan kerugian besar. Meskipun penghancuran yang direncanakan gagal memberikan kerusakan serius pada kilang minyak, beberapa gudang minyak dibakar.

Periode Revolusi Kemerdekaan

Pada 8 Oktober 1945, Residen Sumatera Selatan, Adnan Kapau Gani, bersama seluruh perwira Gunseibu, mengibarkan bendera Indonesia dalam sebuah upacara, menandakan bahwa Keresidensan Palembang berada di bawah penguasaan Republik Indonesia.

Namun, Palembang kembali diduduki oleh Belanda setelah Pertempuran Lima Hari Lima Malam, yang berlangsung antara 1 hingga 5 Januari 1947. Pertempuran ini melibatkan tiga front: Ilir Timur, Ilir Barat, dan Ulu. Pertempuran berakhir dengan gencatan senjata, yang memaksa pasukan Republik mundur sejauh 20 kilometer dari Palembang.

Selama pendudukan Belanda, negara bagian federal Sumatera Selatan dibentuk pada September 1948. Setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949, Negara Sumatera Selatan dan negara-negara federal lainnya bergabung membentuk Republik Indonesia Serikat, yang kemudian dihapus dan diintegrasikan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950.

Periode Orde Lama dan Orde Baru

Selama pemberontakan PRRI/Permesta, faksi pemberontak mendirikan Dewan Garuda di Sumatera Selatan pada 15 Januari 1957, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Barlian, yang mengambil alih pemerintahan daerah.

Pada April 1962, pemerintah Indonesia memulai pembangunan Jembatan Ampera, yang selesai dan resmi dibuka pada 30 September 1965 oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, beberapa jam sebelum kematiannya akibat kudeta Gerakan 30 September. Jembatan ini awalnya dinamai Jembatan Bung Karno, tetapi setelah kejatuhan presiden, namanya diubah menjadi Jembatan Ampera. Jembatan Musi II, jembatan kedua yang melintasi Sungai Musi di Palembang, dibangun pada 4 Agustus 1992.

Selama Kerusuhan Mei 1998, Palembang juga mengalami kerusuhan dengan 10 toko terbakar, lebih dari selusin mobil rusak, dan beberapa orang terluka akibat aksi perusuh yang menyerbu kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Selatan. Ribuan polisi dan tentara dikerahkan untuk menjaga berbagai titik di kota. Tim Relawan untuk Kemanusiaan melaporkan juga terjadinya kekerasan seksual selama kerusuhan tersebut.

Itulah informasi Sejarah Kota Palembang, Apakah Anda semakin tertarik untuk berkunjung ke Palembang dan menikmati makanan, serta oleh-oleh khas Palembang? Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Palembang

Disamping itu, jika Anda sedang berada di Palembang, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang Palembang. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Palembang pada halaman berikut:

1. Asuransi Sinar Mas Cabang Palembang

2. Asuransi Sinar Mas Kantor Pemasaran Agency Palembang

Sumber:

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palembang.
  2. "6 Fakta Menarik Palembang, Ternyata Kota Tertua di Indonesia!" https://www.detik.com/sumut/berita/d-6624055/6-fakta-menarik-palembang-ternyata-kota-tertua-di-indonesia.
  3. https://kumparan.com/urbanid/10-fakta-menarik-tentang-sumatera-selatan-yang-perlu-kamu-tahu-1ssnvM4BSaV/4.
  4. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171013184512-269-248261/9-hal-menarik-di-palembang-selain-pempek.