September 05, 2024

Melestarikan Tradisi di Era Milenial: 5 Tradisi Yogyakarta yang Wajib Diketahui

Zaman yang semakin maju dan modern mengubah pola pikir setiap orang. Meski begitu, beberapa tradisi tetap dipertahankan di era milenial ini dan menjadi daya tarik wisatawan yang ingin menikmati keunikan budaya yang lestari. Sebagai milenial, kamu juga perlu mengetahui dan memahami kebudayaan serta tradisi di daerahmu agar dapat turut melestarikannya. Berikut lima tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat Yogyakarta dan wajib kamu ketahui:

1. Tumplak Wajik

Tumplak Wajik adalah upacara yang menandai dimulainya proses merangkai gunungan, simbol sedekah raja kepada rakyat. Gunungan ini kemudian dibagikan kepada warga pada upacara Garebeg. Keraton Yogyakarta menggelar tiga kali upacara Garebeg setiap tahun: Garebeg Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, Garebeg Sawal untuk menandai akhir bulan puasa, dan Garebeg Besar untuk memperingati hari raya Idul Adha. Karena setiap Garebeg memerlukan gunungan, Keraton Yogyakarta juga menggelar upacara Tumplak Wajik sebanyak tiga kali dalam setahun.

Grebeg Syawal adalah perayaan yang memperingati Hari Raya Idul Fitri dan malam Lailatul Qadar. Dalam perayaan ini, gunungan yang terdiri dari berbagai jenis makanan dan hasil bumi diarak keliling kota dan kemudian dibagikan kepada masyarakat.

2. Saparan

Saparan adalah tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dengan ciri khas dan proses yang berbeda-beda di setiap daerah.

Saparan berasal dari kata "shafar," nama bulan dalam kalender Jawa. Tradisi ini dilaksanakan setiap bulan Safar, yang merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriyah. Bulan Safar dianggap memiliki keunikan dan sarat dengan mitos oleh masyarakat.

Tradisi Saparan adalah bentuk selamatan atau syukuran yang diharapkan dapat mendatangkan banyak berkah dan rezeki, serta menjauhkan malapetaka.

Saparan, atau yang juga dikenal sebagai bekakak, adalah tradisi Jawa untuk mengenang jasa seorang abdi dalem kesayangan Sri Sultan Hamengkubuwono I, yaitu Ki Wirosuto, yang konon hilang secara misterius saat mencari batu gamping di Gunung Gamping bersama istrinya. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Safar dalam kalender Jawa. Biasanya, upacara ini menggunakan persembahan berupa replika sepasang pengantin yang terbuat dari tepung ketan dan cairan gula jawa, sebagai bentuk pengorbanan warga terhadap penunggu Gunung Gamping.

Bentuk Pelestarian Tradisi Saparan

Setiap daerah memiliki cara yang berbeda dalam melestarikan tradisi Saparan, namun tujuannya tetap sama, yaitu melestarikan budaya daerah dan sebagai wujud rasa syukur.

Kirab Budaya

Kirab budaya adalah salah satu prosesi dalam tradisi Saparan, di mana masyarakat berbondong-bondong melakukan kirab keliling, mengusung gunungan yang terbuat dari hasil bumi.

Arak Tumpeng

Arak tumpeng adalah bentuk pelestarian tradisi Saparan dengan mengarak tumpeng berisi hasil bumi. Tumpeng tersebut diarak oleh masyarakat desa dan nantinya akan dibagikan kepada mereka.

Pagelaran Pewayangan

Sehari sebelum Saparan, di berbagai daerah sering diadakan pagelaran pewayangan, yaitu pertunjukan wayang kulit.

Larung Sesaji

Masyarakat di daerah pantai biasanya melaksanakan tradisi Saparan dengan pelarungan sesaji. Sesaji yang dilarungkan biasanya berupa buah-buahan, ayam ingkung, dan kepala sapi yang telah dihiasi dengan bunga setaman, menyan, dan payung.

3. Sekaten

Sekaten adalah rangkaian kegiatan tahunan yang diadakan oleh Keraton Surakarta dan Yogyakarta untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini bermula dari kerajaan-kerajaan Islam di Jawa pada zaman Kesultanan Demak.

Nama Sekaten berasal dari kata "syahadatain," yang berarti dua persaksian (syahadat). Nama ini kemudian mengalami perluasan makna sebagai berikut:

  1. Sahutain: Menghentikan atau menghindari dua perkara, yaitu sifat lacur dan menyeleweng.
  2. Sakhatain: Menghilangkan dua perkara, yaitu watak hewan dan sifat setan.
  3. Sakhotain: Menanamkan dua perkara, yaitu memelihara budi suci atau budi luhur yang selalu mendambakan diri kepada Tuhan.
  4. Sekati: Setimbang, yaitu orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk.
  5. Sekat: Batas, yaitu orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berlaku jahat.

4. Labuhan Parangkusumo

Labuhan Parangkusumo merupakan salah satu upacara adat untuk memohon keselamatan dan membuang sifat buruk adalah Labuhan Parangkusumo. Upacara ini sering dikaitkan dengan legenda Ratu Pantai Selatan dan Panembahan Senopati. Labuhan berarti membuang, meletakkan, atau menghanyutkan. Dalam pelaksanaannya, pihak Keraton Yogyakarta melabuhkan benda-benda tertentu yang disebut uba rampe labuhan di petilasan tertentu.

Upacara adat Labuhan dilakukan dengan memberikan sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat. Warga Jogja tentu sudah akrab dengan upacara ini.

Dukungan dalam upacara ini diperoleh dari Kanjeng Ratu Kidul atau Nyi Roro Kidul, makhluk halus penguasa Laut Selatan atau Samudra Indonesia. Upacara Labuhan di Pantai Parangkusumo memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan pertemuan Panembahan Senopati dan Ratu Kidul.

5. Siraman Pusaka

Yogyakarta dikenal sebagai daerah yang kaya akan budaya dan agama. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, salah satu kerajaan yang masih berdiri di Indonesia, turut berperan dalam melestarikan kesenian dan tradisi.

Kamasan pusaka atau siraman pusaka adalah tradisi memandikan pusaka milik Ngarsa Dalem atau milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tradisi ini diselenggarakan setiap bulan Sura dan dilakukan secara tertutup, sehingga masyarakat umum tidak diperkenankan menyaksikannya. Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan merawat pusaka-pusaka tersebut. Dengan pembersihan rutin setiap tahun, tanda-tanda kerusakan dapat segera ditangani.

Itulah informasi tentang Tradisi di Yogyakarta. Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Yogyakarta.

Disamping itu, jika Anda sedang berada di Yogyakarta, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang Yogyakarta. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Yogyakarta pada halaman berikut:

1. Asuransi Sinar Mas Cabang Yogyakarta

2. PT. Asuransi Sinar Mas Kantor Pemasaran Agency
   Yogyakarta

3. Asuransi Sinar Mas Marketing Poin Agency
   Yogyakarta

Sumber:

  1. "5 Tradisi Jogja yang Masih Terlaksana hingga Sekarang, Wajib Saksikan!" https://www.idntimes.com/life/inspiration/senja-sandera/tradisi-jogja-c1c2.
  2. https://bpkpenabur.or.id/bekasi/smak-penabur-harapan-indah/berita/berita-lainnya/tumplak-wajik-tradisi-pembuatan-gunungan-di-keraton-yogyakarta-sebagai-simbol-keberlimpahan.
  3. "Mengenal Tradisi Saparan Masyarakat Jawa, Bentuk Rasa Syukur di Bulan Sapar" https://www.detik.com/jateng/budaya/d-6897990/mengenal-tradisi-saparan-masyarakat-jawa-bentuk-rasa-syukur-di-bulan-sapar.
  4. "Sekaten: Asal Usul, Prosesi, Tradisi, dan Pantangan", https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/27/160514979/sekaten-asal-usul-prosesi-tradisi-dan-pantangan?page=all.
  5. Sejarah Upacara Adat Labuhan di Pantai Parangkusumo, Tradisi Keraton Yogyakarta Sejak Abad ke-17, https://jogja.tribunnews.com/2023/04/23/sejarah-upacara-adat-labuhan-di-pantai-parangkusumo-tradisi-keraton-yogyakarta-sejak-abad-ke-17.
  6. "5 Tradisi Jogja yang Masih Terlaksana hingga Sekarang, Wajib Saksikan!": https://www.idntimes.com/life/inspiration/senja-sandera/tradisi-jogja-c1c2.
  7. "Unik, Ini 5 Fakta Upacara Adat Siraman Pusaka dan Labuhan". https://jogja.idntimes.com/life/inspiration/langgeng-irma-salugiasih-1/keunikan-upacara-adat-siraman-pusaka-dan-labuhan.