Cegah Risiko Demensia Sejak Remaja Dengan Mengubah Gaya Hidup
Saat memasuki usia lanjut, banyak gangguan kesehatan yang akan dialami manusia, salah satunya demensia. Demensia merupakan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan daya ingat dan kemampuan kognitif.
Pada dasarnya demensia tidak dapat diobati, namun kita dapat menghindari risiko penyakit itu sejak awal. Hal ini disampaikan David Perlmutter, MD, ahli saraf berlisensi dan penulis buku "Drop Acid". Perlmutter menyebut, beragam studi menunjukkan perlunya menjalani aktivitas fisik karena kegiatan tersebut berkaitan dengan kesehatan otak.
"Olahraga teratur dikaitkan dengan fungsi memori yang lebih baik, berkurangnya risiko penyusutan otak, serta penurunan risiko demensia sebesar 40 persen," jelasnya.
Selain itu, ada beberapa upaya yang sebaiknya diterapkan guna mencegah risiko demensia, menurut para ahli. Apa saja upaya tersebut?
1. Hentikan kebiasaan mendengarkan musik terlalu kencang
Hope Lanter, audiolog di hearing.com memaparkan bahwa gangguan pendengaran bisa menjadi tanda awal dari banyak kondisi termasuk demensia. Jadi, perawatan pendengaran yang tepat adalah bagian penting untuk hidup sehat. Demi mengurangi risiko kehilangan pendengaran, ia menyarankan untuk menghindari paparan suara bising atau memakai alat pelindung telinga apabila kita sulit mencegah suara bising di sekitar kita. Tes pendengaran dini secara rutin sangat penting untuk memantau setiap perubahan pendengaran dan lebih proaktif dalam mengendalikan fungsi pendengaran kita.
2. Mempertahankan ketajaman otak
Menurut Dr Fawad Yousuf, ahli saraf di Baptist Health's Marcus Neuroscience Institute, pencegahan kehilangan memori terkait demensia atau alzheimer bisa dilakukan dengan latihan aerobik otak. Membaca merupakan kegiatan untuk mempelajari informasi baru, sekaligus memaksa kemampuan otak dalam memikirkan sesuatu di luar rutinitas harian. Teka-teki silang, permainan kartu, musik, seni, dan kerajinan tangan juga merangsang otak. Ketika individu belajar memainkan alat musik --misalnya, semua kegiatan ini bermanfaat karena memaksa pasien untuk berpikir di luar tugas harian, membantu mereka melakukan banyak tugas serta membangun jalur dan koneksi saraf baru di otak.
3. Membangun koneksi dengan diri sendiri dan orang lain
Aktivitas yoga dan meditasi menenangkan dan menciptakan peluang untuk terlibat dengan orang lain, yang mana sangat bermanfaat bagi pasien demensia dan alzheimer. Berinteraksi dengan orang lain juga tidak kalah pentingnya. Dengan memiliki teman "curhat", hal itu akan merangsang emosi positif dan membantu memori, fokus, perhatian, ucapan, serta bahasa kita.
4. Berolahraga
Hasil studi yang dilakukan para peneliti di Columbia University terkait manfaat berolahraga untuk otak mengatakan bahwa individu yang berolahraga di treadmill selama 30 menit sehari akan menumbuhkan sel-sel baru di dentate gyrus. Dentate gyrus adalah bagian dari hippocampus otak di lobus temporal yang berkaitan dengan fungsi memori. Olahraga meningkatkan aliran darah ke otak, sehingga mendorong pertumbuhan sel-sel otak baru yang penting untuk meningkatkan atau mempertahankan fungsi memori. Olahraga teratur juga dapat mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati seseorang, meski olahraga itu hanya sekadar berjalan kaki.
5. Mengonsumsi sayuran dan buah-buahan
Dr Fawad Yousuf juga mengatakan bahwa setiap orang perlu mengurangi asupan daging merah dalam menu makanan harian. Sebagai gantinya, ia menyarankan untuk lebih banyak mengkonsumsi biji-bijian, sayuran, serta buah-buahan.
6. Memakan makanan anti-peradangan
"Diet kita memiliki dampak lebih besar bagi kesehatan otak daripada yang kita pahami," ujar Lisa Richards, ahli gizi dan penulis buku "Candida Diet". Makanan anti-inflamasi yang ditemukan pada buah, sayuran, biji-bijian, protein tanpa lemak, dan lemak sehat bisa membantu menjaga kesehatan otak, menurut Richards. "Dengan mengurangi peradangan dalam tubuh dan meningkatkan asupan senyawa nabati, kita dapat mencegah dan mengurangi kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas," tuturnya. Lemak sehat dari protein tanpa lemak dan sumber nabati, sambung Richards, mampu mengurangi risiko peradangan sekaligus memberikan jenis lemak "baik" bagi otak. "Kedua hal ini bisa dicapai melalui pola makan nabati," tutur nya lagi.
sumber: lifestyle.kompas.com