Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur: Simbol Identitas dan Tradisi Tujuh Suku
Nusa Tenggara Timur, provinsi di bagian timur Kepulauan Nusa Tenggara, dihuni oleh sekitar delapan suku, yaitu Suku Sabu, Helong, Sumba, Dawan, Rote, Manggarai, Lio, dan Sikka. Kehadiran beragam suku tersebut menjadikan NTT kaya akan kebudayaan, salah satunya tercermin dalam pakaian adat yang unik dari setiap suku.
Setiap pakaian adat di NTT memiliki latar belakang, keanekaragaman, dan ornamen khas yang mencerminkan identitas suku masing-masing. Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai jenis pakaian adat Nusa Tenggara Timur beserta ciri khasnya.
Berikut beberapa contoh pakaian adat NTT:
1. Suku Rote
Suku Rote dikenal dengan pakaian adatnya yang disebut tenun ikat, yang terdiri dari:
- Sarung berbahan katun dengan warna dasar hitam, dihiasi motif bunga dan geometris.
- Selendang berwarna cokelat dengan motif bunga.
- Kedua kain ini sering dilengkapi aksen rumbai di ujungnya.
Bagi pria mengenakan kemeja dan celana panjang sebelum melilitkan sarung dan menyampirkan selendang, serta dilengkapi habas (kalung) dan Ti'i Langga, topi anyaman daun lontar mirip sombrero. Sementara itu, pakaian perempuan dilengkapi dengan habas, Bula Molik (hiasan kepala bulan sabit), dan pendi (ikat pinggang perak/emas).
Pakaian adat Rote menjadi ikon Nusa Tenggara Timur, awalnya terbuat dari serat pohon sebelum diganti dengan kain katun dari kapas lokal. Topi Ti'i Langga melambangkan kepercayaan diri dan kewibawaan pria Rote, dipadukan dengan kemeja putih dan sarung tenun ikat.
2. Suku Sumba
Suku Sumba dikenal dengan pakaian adat bernama hinggi untuk pria dan lau untuk wanita. Pakaian ini terinspirasi dari motif hewan seperti kuda, ayam, dan udang.
Untuk pria, pakaian adat terdiri dari dua helai hinggi (satu di pinggang dan satu di pundak), kambala (ikat kepala), ruhu banggi (ikat pinggang dari lilitan tali), ikat pinggang kulit, kabiala (parang), dan kalumbutu (tempat sirih pinang).
Sementara itu, wanita mengenakan lau yang dipakai seperti kemben, biasanya disertai kebaya dan selendang berwarna senada. Perhiasan tambahan meliputi tiara, tiduhai (sisir hias), maraga (hiasan dada), kalung emas, dan mamuli (anting).
Pakaian adat Suku Sumba sering digunakan dalam acara adat dan upacara besar. Kini, pakaian adat lebih menyesuaikan dengan situasi dan lingkungan, meski terdapat perbedaan kecil antara busana bangsawan dan rakyat biasa.
3. Suku Dawan
Suku Dawan, yang tinggal di Kupang, Timor, dan Belu, memiliki pakaian adat bernama Amarasi. Untuk pria, Amarasi terdiri dari kain tenun ikat yang diikat di pinggang, baju bodo berwarna cerah, serta aksesoris seperti destar (ikat kepala), kalung habas, kalung muti salak, dan dua gelang Timor.
Sementara itu, wanita mengenakan dua lembar kain yang menutupi tubuh dari dada hingga mata kaki, serta selendang di bahu berbentuk huruf V. Aksesorisnya meliputi kalung muti salak, tusuk konde berhias emas, sisir emas, dan gelang berbentuk kepala ular. Pakaian adat ini sering dipakai dalam acara adat atau upacara besar.
4. Suku Helong
Pakaian adat Suku Helong yang tinggal di Kupang Tengah dan Barat memiliki ciri khas tersendiri. Pria mengenakan baju bodo atau kemeja dengan bawahan berupa selimut lebar yang diikat di pinggang, serta dilengkapi aksesoris seperti destar (ikat kepala) dan kalung habas.
Untuk perempuan, pakaian adatnya terdiri dari kebaya atau kemben, sarung tenun, dan selendang di bahu. Aksesoris yang digunakan meliputi pending (ikat pinggang emas), bula molik (hiasan kepala berbentuk bulan sabit), serta kerabu (kalung dan anting berbentuk bulan).
5. Suku Sabu
Suku Sabu adalah kelompok etnis yang tinggal di Pulau Sawu dan Raijua, Nusa Tenggara Timur. Pakaian adatnya terbagi menjadi dua jenis:
Laki-laki mengenakan kemeja lengan panjang putih dan sarung dari kain katun, dilengkapi dengan:
- Selendang di bahu.
- Ikat kepala mahkota tiga tiang dari emas.
- Sabuk berkantong.
- Kalung muti salak.
- Kalung habas.
- Sepasang gelang emas.
Wanita memakai kebaya dan dua lilitan kain tenun yang membentuk sarung, serta ikat pinggang (pending). Pakaian adat ini digunakan oleh ketua adat dan masyarakat dalam acara adat, termasuk ritual pemakaman.
6. Suku Lio
Suku Lio adalah suku tertua di Pulau Flores, khususnya di Kabupaten Ende, yang dikenal dengan tradisi menenun. Masyarakatnya memiliki pakaian adat berbeda untuk laki-laki dan perempuan:
Laki-laki mengenakan sarung ragi dengan kemeja lengan panjang, selendang di bahu, dan ikat kepala meruncing. Corak kain biasanya didominasi warna hitam atau biru kehitaman.
Perempuan memakai sarung lawu dengan atasan lambu (baju segi empat longgar). Motif sarungnya umumnya bergambar flora dan fauna, sedangkan selendangnya dihiasi motif bunga.
Pakaian adat ini dikenal sebagai Tenun Ikat Patola yang memiliki pola geometris berwarna biru atau merah di atas kain gelap. Tenun Ikat Patola dianggap sakral dan digunakan dalam upacara adat serta sebagai penutup jenazah kepala suku. Wanita bangsawan sering menambahkan hiasan manik-manik pada tepinya.
7. Suku Manggarai
Suku Manggarai adalah kelompok etnis di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, yang terkenal dengan kain tenun songke. Kain ini digunakan sebagai sarung dan memiliki beragam motif, seperti garis, kerucut, bintang, dan bunga.
Kaum laki-laki memadukan songke dengan selendang dan sapu (ikat kepala), sementara perempuan mengenakan songke dengan kebaya, selendang, dan balibelo (hiasan kepala).
Pemakaian songke, terutama oleh wanita, harus memperhatikan arah tertentu, dengan warna hitam yang melambangkan keagungan. Motif-motif pada kain juga memiliki makna: wela kaleng (ketergantungan manusia pada alam), Ranggong (kerja keras), dan Su’i (batasan).
Busana pria terdiri dari kemeja lengan panjang, selendang bermotif songket, dan sarung, sedangkan wanita memakai kebaya dengan kain songket.
8. Suku Sikka
Suku Manggarai adalah kelompok etnis yang mendiami Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, terkenal dengan kain tenun songke. Kain ini berfungsi sebagai sarung dengan berbagai motif, seperti garis, kerucut, dan bintang.
Kaum laki-laki memadukan songke dengan selendang dan sapu (ikat kepala), sedangkan perempuan mengenakan songke dengan kebaya, selendang, dan balibelo (hiasan kepala). Pemakaian songke, terutama oleh wanita, harus memperhatikan arah tertentu, dengan warna hitam melambangkan keagungan. Motif-motif kain memiliki makna, seperti wela kaleng (ketergantungan manusia pada alam) dan Ranggong (kerja keras).
Pakaian adat dibagi menjadi dua jenis. Untuk wanita mengenakan Labu Liman Berun, kemeja sutera berlengan panjang, dan utan lewak, kain sarung bermotif flora dan fauna. Hiasan kepala berupa konde ukiran keemasan dan gelang (kalar) dari gading atau perak, dengan jumlah genap sesuai peristiwa adat.
Untuk pria memakai kemeja panjang putih, lensu sembar disampirkan di dada, dan utan werung, sarung gelap dengan garis biru. Penutup kepala terbuat dari kain batik soga, dan mereka sering mengenakan keris sebagai simbol keperkasaan. Secara keseluruhan, pakaian adat Suku Sikka mencerminkan kekayaan budaya dan identitas mereka.
Itulah informasi seputar Pakaian Adat NTT, Apakah Anda semakin tertarik untuk berkunjung ke NTT? Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi NTT
Disamping itu, jika Anda sedang berada di NTT, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang NTT. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang NTT pada halaman berikut:
PT Asuransi Sinar Mas Kantor Pemasaran Kupang
Sumber:
- https://bobobox.com/blog/pakaian-adat-ntt/.
- https://www.gramedia.com/literasi/pakaian-adat-ntt-nusa-tenggara-timur/.
- https://www.orami.co.id/magazine/pakaian-adat-ntt.