November 04, 2024

Mengenal 12 Jenis Rumah Adat Banjarmasin dan Makna Filosofisnya

Rumah adat Banjarmasin memiliki 12 jenis, dengan yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan Tinggi, tempat kediaman pangeran atau raja (keraton). Jenis rumah yang dihuni mencerminkan status dan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Berikut adalah jenis-jenis rumah Banjarmasin :

1. Rumah Adat Bubungan Tinggi

Rumah adat Kalimantan Selatan yang pertama adalah Rumah Bubungan Tinggi, rumah tradisional utama Suku Banjar. Dahulu, rumah ini menjadi kediaman utama Sultan Banjar, sehingga setiap bagian dan arsitekturnya dirancang dengan makna filosofis yang mendalam.

Rumah Bubungan Tinggi terbuat dari kayu ulin, yang dikenal kuat dan tahan lama. Bahkan atapnya juga menggunakan kayu ulin, karena ketahanannya terhadap air.

Secara arsitektur, rumah ini merupakan rumah panggung dengan tiang-tiang utama yang menopang lantainya sekitar 2 meter di atas tanah, sehingga rumah ini tampak sangat tinggi.

Untuk menambah keindahan, rumah ini dihiasi dengan ukiran dan ornamen khusus yang juga memiliki makna tersendiri. Secara filosofis, Rumah Bubungan Tinggi melambangkan pohon kehidupan, yang mengandung makna keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan.

2. Rumah Adat Gajah Baliku

Rumah adat Kalimantan Selatan Gajah Baliku juga merupakan rumah tradisional Suku Banjar, namun memiliki perbedaan dalam penggunaan dan beberapa aspek arsitekturnya dibandingkan Rumah Bubungan Tinggi.

Jika Rumah Bubungan Tinggi digunakan sebagai kediaman Sultan, maka Rumah Gajah Baliku dihuni oleh saudara dan kerabat Sultan. Secara arsitektur, keduanya tampak serupa, namun perbedaannya terlihat jelas di bagian ruang tamu.

Pada Rumah Bubungan Tinggi, ruang tamu dibuat bertingkat untuk menempatkan Sultan pada posisi lebih tinggi saat menerima tamu. Sementara itu, Rumah Gajah Baliku memiliki ruang tamu yang rata tanpa jenjang.

Meskipun memiliki perbedaan, makna filosofis yang terkandung dalam kedua rumah adat ini tetap sama, yaitu melambangkan hubungan harmonis dan keseimbangan. Selain itu, semua rumah adat Banjarmasin menghadap ke arah sungai, menunjukkan kedekatan budaya masyarakat Banjar dengan sungai.

3. Rumah Adat Balai Bini

Pada masa Kesultanan Banjarmasin, rumah ini digunakan sebagai kediaman Bendaharawan Kerajaan yang bertugas menjaga emas dan perak milik Sultan. Karena itu, rumah ini dibangun dengan arsitektur yang kokoh, menggunakan kayu ulin yang lebih besar dan kuat, melambangkan kehati-hatian dan keteraturan dalam menjaga harta benda.

Atap rumah adat Kalimantan Selatan ini berbentuk perisai, yang di Banjar dikenal sebagai atap gajah. Pada bagian sayap bangunan, ditambahkan anjung dengan atap sengkuap yang disebut anjung pisang sasingkat, karena bentuknya yang menyerupai sesisir pisang.

Di bagian depan rumah adat Balai Bini, terdapat satu pintu masuk yang diapit oleh dua jendela di kanan dan kiri. Teras rumah ini juga dikelilingi oleh pagar randang dari besi, serupa dengan Rumah Bubungan Tinggi.

4. Rumah Adat Tadah Alas

Seperti namanya, Rumah Adat Balai Bini digunakan sebagai tempat kediaman para putri Sultan atau kerabat Sultan dari pihak perempuan. Rumah ini merupakan bagian dari tradisi Kesultanan Banjar. Arsitekturnya mirip dengan rumah adat Kalimantan Selatan lainnya, dengan bangunan utama berbentuk segi empat memanjang dan atap berbentuk perisai, yang melambangkan perlindungan terhadap kaum wanita.

Berikutnya adalah Rumah Adat Tadah Alas, yang merupakan pengembangan dari Rumah Balai Bini. Perkembangan ini terlihat dari penambahan satu lapis atap perisai sebagai kanopi depan, yang disebut 'tadah alas.'

Rumah Adat Tadah Alas telah mengalami berbagai perkembangan. Awalnya, rumah ini berbentuk segi empat memanjang dari depan ke belakang, dengan dinding kayu ulin yang dibiarkan dalam warna alaminya.

Setelah perkembangan, bangunan ini dilengkapi dengan atap perisai bertumpang. Ruang tambahan, yang dalam bahasa Banjar disebut 'disumbi,' menghubungkan dua ruangan utama dengan jurai luar (jurai laki). Ruangan yang disebut Anjung Jurai dan Anjung Jurai Kiwa ini juga kini dapat dicat sesuai selera penghuninya.

5. Rumah Adat Palimasan

Rumah Adat Tadah Alas merupakan salah satu jenis rumah tradisional Suku Banjar, yang merupakan pengembangan dari Rumah Balai Bini dengan tambahan satu lapis atap perisai di bagian depan. Atap depan ini, yang dikenal sebagai 'Tadah Alas,' berfungsi sebagai kanopi dan melambangkan keadilan, di mana baik bagian induk maupun depan sama-sama dilindungi oleh atap.

Seperti rumah adat Kalimantan Selatan lainnya, Rumah Tadah Alas dibangun dari kayu ulin, dengan warna alami yang tidak dicat. Namun, seiring waktu, beberapa masyarakat telah mulai mengecat rumah mereka sesuai selera.

Pada masa kesultanan, Rumah Palimasan digunakan sebagai tempat tinggal bendaharawan kerajaan, yang menyimpan emas, perak, uang, dan barang berharga milik Sultan. Oleh karena itu, rumah ini dibangun dari kayu ulin yang lebih besar dan kuat, serta dilengkapi dengan ruang khusus (anjung) di kanan dan kiri rumah.

6. Rumah Adat Gajah Manyusu

Rumah Adat Gajah Manyusu adalah sebutan untuk semua bentuk rumah tradisional Suku Banjar yang bangunan utamanya beratap perisai, yang dalam bahasa Banjar disebut 'atap hidung bapicik.'

Pada masa Kesultanan Banjar, rumah ini diperuntukkan bagi keturunan raja dari garis utama, yang dikenal sebagai Warit Sultan (penerus Sultan) dan kelak menjadi pemimpin Kesultanan Banjar.

Ciri khas arsitektur rumah ini terlihat pada bagian bubungan yang menyerupai perisai, namun tampak seolah-olah terpotong sebagian di depannya, memberikan kesan atap yang belum sempurna, seperti tanaman yang belum tumbuh sepenuhnya.

Dahulu, rumah ini dibangun dari kayu ulin untuk tiang penyangga, lantai, dinding, dan atap, dengan warna alami kayu yang mendominasi. Seiring waktu, setelah masyarakat mengenal cat, beberapa rumah ini mulai dicat sesuai selera pemiliknya, misalnya dengan warna cokelat.

7. Rumah Adat Balai Laki

Bentuk Rumah Adat Kalimantan Selatan ini mirip dengan Rumah Bubungan Tinggi, namun atapnya berbentuk seperti pelana kuda, yang dalam bahasa Banjar disebut 'atap gudang.' Atap ini terbuat dari sirap, yaitu kepingan papan tipis dari kayu ulin.

Di bagian depan (teras), Rumah Balai Laki ditopang oleh empat pilar kuat untuk menjaga kestabilannya. Rumah ini memiliki beberapa pintu, namun hanya satu pintu di depan yang digunakan sebagai akses masuk dan keluar. Pintu ini melambangkan jiwa ksatria yang gagah berani, cerdas, dan sigap. Jendela-jendela unik terdapat di sisi kanan dan kiri rumah.

8. Rumah Adat Palimbangan

Rumah adat kedelapan di Kalimantan Selatan adalah Rumah Palimbangan. Secara filosofis, rumah ini berbeda dari yang lain karena mengandung makna Islam yang sangat kuat. Pada masa kesultanan, Rumah Palimbangan khusus dihuni oleh tokoh agama Islam dan alim ulama. Ciri khas arsitekturnya terlihat pada atap depan yang berbentuk pelana, tanpa tambahan ruang samping atau anjungan.

Di atas teras depan, terdapat atap sindang langit yang melebar ke samping, terbuat dari sirap, yaitu kepingan papan tipis dari kayu ulin. Beranda rumah ini ditopang oleh empat pilar yang masing-masing memiliki simbol dalam agama Islam:

  1. Pilar pertama melambangkan syariat, yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia.
  2. Pilar kedua melambangkan tarekat, jalan untuk menjalankan agama.
  3. Pilar ketiga melambangkan hakikat, inti dari agama Islam.
  4. Pilar keempat melambangkan makrifat, tingkat penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

9. Rumah Adat Cacak Burung

Rumah Cacak Burung adalah salah satu rumah tradisional Suku Banjar yang digunakan sebagai hunian rakyat biasa. Bangunan utamanya memanjang dengan atap pelana, sementara ruang belakang dan samping kiri-kanan ditutupi atap limas yang melintang dan lebih tinggi dari atap pelana.

Kombinasi atap pelana dan atap limas ini membentuk tanda plus (+), yang secara simbolis berfungsi sebagai penolak bala. Bentuk tanda tambah (+) inilah yang menyerupai cacak burung. Seperti rumah adat Banjar lainnya, rumah ini terbuat dari kayu ulin, dan pada masa lalu, dibiarkan tanpa cat, mempertahankan warna alami kayu.

10. Rumah Lanting

Rumah ini adalah rumah rakit tradisional Suku Banjarmasin, mengapung di atas air, baik di sungai maupun di rawa, dengan pondasi rakit. Pondasi terdiri dari susunan tiga batang pohon besar yang digunakan sebagai dasar. Dinding rumah dibuat dengan menyusun kayu lanan secara mendatar, dan atapnya berbentuk pelana.

Secara fisik, Rumah Lanting ini sederhana, menggunakan kayu gelondongan atau drum sebagai pondasi untuk mengapungkan rumah. Agar tidak bergerak atau terombang-ambing, rumah ini diikat pada pohon atau tiang di tepi sungai. Untuk akses ke daratan, penghuni membangun jembatan kayu yang menyentuh tepian.

11. Rumah Joglo Gudang

Rumah adat Kalimantan Selatan berikutnya adalah Rumah Joglo Gudang, salah satu rumah tradisional Suku Banjar. Istilah 'joglo' digunakan karena bentuknya mirip dengan rumah joglo khas Jawa, sementara 'gudang' merujuk pada penggunaan kolong rumah sebagai tempat penyimpanan hasil hutan, karet, dan komoditas lainnya.

Arsitektur rumah ini memiliki atap limas yang disambung dengan atap sindang langit di bagian depan, tanpa plafon. Bagian belakang dilengkapi dengan atap sengkuap, yang disebut hambin awan.

Rumah ini dibangun dengan tiang tinggi, sehingga kolong rumah dapat dimanfaatkan untuk penyimpanan. Tidak terdapat ruang tambahan (anjung) di samping.

Secara filosofis, Rumah Joglo Gudang melambangkan kerendahan hati dan kebiasaan berbagi. Hal ini tercermin dari tepi atap yang rendah, seolah ingin berbagi dengan orang lain.

12. Rumah Lanting

Rumah adat Kalimantan Selatan yang terakhir adalah Rumah Bangun Gudang. Selain sebagai tempat tinggal, rumah ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang dagangan penghuni.

Rumah ini berbentuk empat persegi panjang dengan atap limas dan dibangun tegak lurus menghadap jalan. Di bagian depan, terdapat empat pilar yang menopang teras.

Rumah Bangun Gudang memiliki tiga pintu masuk: satu di tengah, serta satu di masing-masing sisi kiri dan kanan beranda. Teras rumah ini sengaja dibuat sempit untuk mendorong penghuninya agar tidak malas.

Di bagian pucuk rumah, terdapat seni ukir khas Suku Banjarmasin dengan motif catur, serta ukiran jengger ayam, lipan, atau paku alai di kiri dan kanan, yang disebut jamang.

Secara keseluruhan, Rumah Bangun Gudang mencerminkan tradisi Suku Banjarmasin, dengan desain yang menggabungkan fungsi hunian dan penyimpanan barang, serta simbolisme kerja keras melalui arsitekturnya.

Itulah informasi seputar Rumah Adat Banjarmasin, Apakah Anda semakin tertarik untuk berkunjung ke Kalimantan Selatan? Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Kalimantan Selatan

Disamping itu, jika Anda sedang berada di Kalimantan Selatan, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang Kalimantan Selatan. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Kalimantan Selatan pada halaman berikut:

Asuransi Sinar Mas Cabang Banjarmasin

Sumber:

  1. "12 Rumah Adat Kalimantan Selatan: Keunikan Arsitektur dan Filosofinya" https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-6327082/12-rumah-adat-kalimantan-selatan-keunikan-arsitektur-dan-filosofinya.
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_tradisional_Banjar.
  3. https://www.lamudi.co.id/journal/rumah-adat-kalimantan-selatan/.