Mengungkap Keindahan Seni Palembang: Kesenian Tradisional yang Terancam Punah
Kesenian Palembang adalah bagian integral dari kebudayaan dan ciri khas kota ini, dengan keunikan dan keindahan yang perlu dilestarikan. Melalui kesenian ini, tradisi seni dan budaya khas Palembang dapat diungkapkan. Namun, seiring perkembangan zaman, kesenian tersebut semakin jarang ditemui dan hampir punah. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, terutama generasi muda, untuk mengenal dan melestarikan kesenian Palembang agar tetap eksis dalam masyarakat.
Berikut sejumlah kesenian di Palembang yang nyaris punah:
Fakta Menarik tentang Palembang
1. Teater Dulmuluk
Teater Dulmuluk merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Sumatera Selatan dan merupakan teater tradisional yang lahir di Palembang. Teater ini bermula dari pembacaan syair oleh Wan Bakar mengenai Abdul Muluk di Tangga Takat 16 Ulu pada tahun 1854. Pada tahun 1860, syair 'Kejayaan Kerajaan Melayu' diterbitkan dalam bahasa Melayu di Singapura oleh Syaidina dan Haji M. Yahya.
Pada tahun 1893, Dr. Philipus mencetak kembali syair tersebut dalam bahasa Latin, dan buku yang diterbitkan oleh De Burg Amsterdam mengalami beberapa perubahan ejaan, seperti Berbahan menjadi Berhan, Siti Arohal menjadi Siti Roha, dan Abdul Roni menjadi Abdul Gani. Kepopuleran Dulmuluk bertahan lama, mencerminkan perasaan masyarakat Sumatera Selatan yang beragam, dan teater ini tetap menjadi simbol harga diri dan identitas masyarakat hingga kini.
2. Wayang Kulit Palembang
Wayang Kulit Palembang adalah bentuk seni wayangan khas yang mencerminkan visi dan versi masyarakat Palembang. Kesenian ini diperkirakan berkembang sekitar abad ke-19 (tahun 1800-an) pada masa pemerintahan Aryo Damar atau Aryodillah. Secara fisik, wayang Palembang mirip dengan wayang purwa Jawa, namun perbedaannya terletak pada bahasa pengantar; wayang kulit Palembang menggunakan bahasa Palembang, baik baso Sari-sari maupun Bebaso. Selain itu, pertunjukan wayang Palembang dilakukan dalam bahasa Melayu Palembang, yang merupakan bahasa asli daerah tersebut dan memiliki kemiripan dengan bahasa Jawa.
3. Jidor
Di Betawi, alat musik ini dikenal sebagai Tanjidor, sedangkan di Palembang disebut Jidor. Kesenian ini berbentuk orkestra dan dimainkan secara berkelompok, dengan pengaruh besar dari Eropa, terutama dalam penggunaan alat musik tiup. Jidor/Tanjidor digunakan untuk mengiringi pengantin, tari-tarian, dan hiburan lainnya.
Musik Jidor/Tanjidor adalah jenis musik instrumentalia mirip orkestra, namun dengan jumlah anggota yang lebih sedikit, sekitar 12 orang. Musik ini sering digunakan dalam tradisi 'Berarak', yaitu mengarak pengantin keliling dusun.
Setiap halaman Al-Qur'an ini memiliki tinggi 177 cm, lebar 140 cm, dan ketebalan kayu 2,5 cm. Museum Rekor Indonesia (MURI) telah menobatkannya sebagai Al-Qur'an terberat dan terbesar di dunia.
Al-Qur'an Al-Akbar adalah salah satu ikon Kota Palembang dan merupakan destinasi wisata religi terkenal. Kitab suci ini merupakan koleksi Pesantren Al-Ihsaniyah yang terletak di Jalan Moh. Amin, Kecamatan Gandus, Palembang.
Hingga kini, Jidor/Tanjidor masih eksis, terutama di Pedamaran, OKI, dan sekitarnya, dengan banyak grup yang memainkan alat musik ini. Kesenian ini diperkenalkan oleh bangsa Portugis dan kemudian dikembangkan oleh Belanda di Sumatera Selatan. Pada awal abad ke-19, Jidor/Tanjidor berkembang di Pedamaran, diciptakan oleh masyarakat Palembang yang menetap di Desa Cinta Jaya, sebuah desa rakit yang terletak di atas sungai Babatan Pedamaran.
Itulah beberpa kesenian di Palembang yang nyaris punah. Di samping itu ada juga beberapa budaya Palembang yang terus dijaga eksistensinya, yaitu sebagai berikut:
1. Tembang Batanghari Sembilan
Tembang Batanghari Sembilan adalah musik asli Sumatera Selatan yang namanya diambil dari salah satu anak sungai. Musik ini mencerminkan keselarasan dengan alam, dengan nuansa romantis, melankolis, dan naturalis, serta menggunakan iringan petikan gitar tunggal. Asalnya berasal dari kesenian rejung atau pantun, yang merupakan sastra tutur masyarakat Besemah di wilayah Batanghari Sembilan.
Awalnya, rejung hanya disampaikan secara lisan tanpa iringan musik, dengan logat dan bahasa khas masyarakat Besemah. Namun, rejung kemudian dipadukan dengan musik, melahirkan Tembang Batanghari Sembilan.
Kesenian ini menggunakan alat musik perkusi sederhana seperti getak-getuk, redap, dan kenung, serta alat musik tiup seperti serendam, ginggung, dan carak. Seiring dengan pengaruh Barat, alat musik modern seperti gitar, akordion, terompet, dan biola mulai digunakan. Pengaruh Barat juga menyebabkan alat tradisional ditinggalkan, menyisakan alat tiup ginggung, dan Tembang Batanghari Sembilan terbagi menjadi tiga genre: rejung, tiga serangkai, dan delapan gitar tunggal.
Tembang Batanghari Sembilan sering dipertunjukkan untuk menyambut tamu penting, seperti kepala daerah. Salah satu judul terkenal, 'Tembang Nasib,' berasal dari Desa Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir.
2. Rumpak-Rumpak
Di Sumatera Selatan, perayaan keagamaan memiliki tradisi khas, salah satunya adalah Rumpak-rumpak. Tradisi ini dilaksanakan untuk menyambut Idul Fitri, memperingati 1 Syawal, dan Idul Adha sebagai ungkapan syukur, kebahagiaan, dan kemenangan.
Rumpak-rumpak telah dilaksanakan turun-temurun dan tetap dijaga hingga kini, khususnya oleh masyarakat Kelurahan Kuto Batu Palembang. Tradisi ini menggunakan alat musik pukul yang disebut terbangan, dengan dua jenis pukulan: pukulan terbuka (sebut) dan pukulan tutup (bing).
Irama pukulan terbangan bervariasi, termasuk kincat atau lintang, jos, dan yahom. Syair yang dinyanyikan dalam tradisi ini berisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
3. Seni Ukir Kayu
Palembang, dengan warisan budaya yang kaya, dikenal akan seni ukir kayunya yang telah diwariskan turun-temurun. Seni ini tercermin dalam berbagai bentuk, seperti mebel, patung tradisional, dan hiasan dinding yang menawan. Keindahan dan keunikannya terletak pada ekspresi seni yang mencerminkan kekayaan budaya lokal.
Seni ukir kayu di Palembang bukan hanya keahlian teknis, tetapi juga cerminan kearifan lokal yang terus dilestarikan. Setiap ukiran menyampaikan cerita dan nilai-nilai tradisional, membentuk warisan seni yang berharga.
4. Festival Sriwijaya
Setiap tahun, Kota Palembang menggelar Festival Sriwijaya pada bulan Juni untuk memperingati Hari Jadi Kota Palembang. Selain itu, Festival Bidar dan Perahu Hias diadakan sebagai bagian dari perayaan Hari Kemerdekaan.
Kota ini juga merayakan berbagai festival lainnya, termasuk Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan, dan Tahun Baru Masehi. Festival Budaya Sriwijaya dan acara-acara lainnya memperkuat identitas budaya lokal serta mengenang momen-momen penting dalam kalender kota. Festival-festival ini tidak hanya memperkaya kota dengan keragaman budaya, tetapi juga mempererat rasa persatuan dan kebersamaan di masyarakat Palembang.
Itulah informasi seputar Seni di Palembang, Apakah Anda semakin tertarik untuk berkunjung ke Palembang dan menikmati makanan, serta oleh-oleh khas Palembang? Ayo luangkan waktu liburan Anda untuk mengunjungi Palembang
Disamping itu, jika Anda sedang berada di Palembang, jangan lupa untuk berkunjung ke Asuransi Sinar Mas Cabang Palembang. Yuk kunjungi Asuransi Sinar Mas Cabang Palembang pada halaman berikut:
1. Asuransi Sinar Mas Cabang Palembang
2. Asuransi Sinar Mas Kantor Pemasaran Agency Palembang
Sumber:
- https://palpres.disway.id/read/640717/3-kesenian-asal-palembang-ini-nyaris-hilang-tergerus-zaman.
- "3 Warisan Tak Benda Asal Sumsel, dari Pertunjukan Teater hingga Keagamaan" https://www.detik.com/sumbagsel/budaya/d-7045627/3-warisan-tak-benda-asal-sumsel-dari-pertunjukan-teater-hingga-keagamaan.
- https://baba.co.id/nusantara/sumatera-selatan/palembang/12-kesenian-khas-palembang-suamtera-selatan/